Turner dan Helms (1995) mengemukakan bahwa ada dua dimensi
perkembangan mental:
1. Dimensi Mental Kualitatif (Qualitative Mental Dimensions)
Untuk mengetahui
sejauh mana kualitas perkembangan mental yang dicapai seorang dewasa muda,
perlu diperbandingkan dengan taraf mental yang dicapai individu yang berada
pada tahap remaja atau anak-anak. Walaupun Piaget mengatakan bahwa remaja ataupun
dewasa muda sama-sama berada pada tahap operasi formal, yang membedakan adalah
bagaimana kemampu-an individu dalam memecahkan suatu masalah. Bagi remaja,
kadang kala masih mengalami hambatan, terutama cara me-mahami suatu persoalan
masih bersifat harfiah, artinya individu memahami suatu permasalahan yang
tersurat pada tulisan dan belum memahami sesuatu yang tersirat dalam masalah
tersebut. Hal ini bisa dipahami karena sifat-sifat karakteristik kognitif ini
merupakan kelanjutan dari tahap operasi konkret sebelumnya.
2. Dimensi Mental Kuantitatif (Quantitative Mental
Dimensions)
Biasanya, menurut
Turner dan Helms (1995), untuk menge-tahui kemampuan mental secara kuantitatif
diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan skala angka secara eksak atau
pasti. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930
dan 1940, ditemukan bahwa taraf inteligensi cenderung menurun. Latar belakang
proses penurunan ini dikarenakan perbedaan faktor pendidikan ataupun status
sosial
ekonomi (status of econo-sociafy. Individu yang
memiliki latar belakang pendidikan ataupun status sosio-ekonomi rendah karena
jarang memperoleh tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga
cenderung menurun kemampuan intelektualnya secara kuann’tauf. Sebaliknya, individu
yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosio-ekonomi yang mapan, berarti
ketika bekerja banyak menuntut aspek pemikiran intelektual sehingga
intelektualnya terasah. Dengan demikian, kemampuan kecerdasannya makin baik.
CATTELL DAN “TES- TES MENTAL” MENTAL
James McKeen Cattel,
psikolog Amerika menduduki tempat penting dalam perkembangan tes psikologis.
Dalam artikel yang ditulis Cattel pada tahun 1890, istilah “tes mental”
diunakan untuk pertama kalinya dalam literature psikologi. Artikel ini
memaparkan rangkaian tes yang diselenggarakan tiap tahun bagi para mahasiswa
dalam upaya menentukan tingkat intelektual. Tes-tes ini, yang diselenggarakan
secara individu, meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan,
sensitivitas terhadap rasa sakit, ketajaman englihatan dan pendengaran,
pembedaan berat, waktu reaksi,ingatan, dan sebagainya.
Sejumlah rangkaian
tes yang disusun oleh psikolog Amerika pada masa itu cenderung mencakup fungsi-
fungsi yang agak kompleks. Kraeplin (1895),
yang samgat berminat pada pemeriksaan klinis atas pasien-pasien psikiatris,
yang mempersiapkan serangkaian panjang tes- tes untuk mengukur apa yang
dianggap sebagai factor- factor dalam pencirian individu. Tes- tes ini yang Cuma
memanfaatka operasi – operasi aritmetika sederhana, dirancang untuk mengukur
dampak latihan, memori, dan kerentanan terhadap kelelahan, dan penurunan
perhatian.
Dalam artikel yang diterbitka di Prancis
pada tahun 1895, Binet dan Henri mengkritik sebagian besar rangkaian tes karena terlalu indrawi
dan terlalu berkonsentrasi pada kemampuan-kemampuan yang sederhana dan
terspesialisasi. Mereka berpendapat bahwa, dalam pengukuran fungsi- fungsi yang
lebih kompleks, sebenarnya tidak diperlukan
posisi tingkat tinggi, karena perbedaan-perbedaan individu lebih
besar dalam fungsi- fungsi ini.
BINET DAN MUNCULNYA TES- TES
KECERDASAN
Dalam berbagai
terjemahan dan adaptasi skala Binet, istilah “ usia mental (mental age) “
umumnya digunakan untuk menggantikan “ tingkatan mental” ( mental level)”. Karena
usia mental adalah konsep yang begitu sederhana
sehingga mudah dipahami pengenalan istilah ini tak diragukan lagi amat
berjasa mempopulerkan tes inteligensi. Bagaimanapun juga, Binet sendiri
menghindari istilah “ usia mental” karena impikasi perkembangannya tak terverivikasi dan lebih menyukai istilah “
tingkatan mental” yang lebih netral
( dalam Anastasi, 2007). Instrumen Stanford -Binet yang lebih luas dan lebih baik secara psikometris yang
dikembangkan oleh L.M Terman dan kolega- koleganya di Stanford University diperkenalkan istilah IQ
( Inteligence Quotient) atau nisbah
antara usia mental dan usia kronologis, pertama kali digunakan. Selanjutnya Kuhlmann-Binet,
yang memperluas skala ini ke bayi usia tiga bulan. Skala ini merupakan salah
satu usia awal untuk mengembangkan tes inteligensi untuk anak usia prasekolah.
Sumber:
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. 1980.
Jakarta: Erlangga
Anastasi Annne, Urbina Susanna. Tes Psikologi Edisi Ketujuh. 2007. Jakarta: PT: Indeks.
rabu kemaren mas setanya ngga masuk, kata bagian akademik sih sakit, jadi kelas psikodiagnostik kelas b ngga ada deh dan kemungkinan akan diadakan kelas pengganti. pagi itu poadahal udah berusaha banget untuk ngga telat dan tetap bisa ikut kelas. yaudahlah yaa, apapun ceritanya tetap aja harus belajar sendiri.
BalasHapus