Minggu, 01 Juni 2014

TEKNIK WAWANCARA


    Wawancara memenuhi berbagai tujuan dalam psikologi klinis, konseling, psiklogi personalia, dan pendidikan. Pembahasan tentang metode, aplikasi, dan efektifitas wawancara, serta penelitian atas proses wawancara, bisa ditemukan dalam banyak sumber. Dalam hal bentuk, wawancara bisa berbeda dari yang berbentuk amat  terstruktur (mewakili bentuk yang lebih dekat dengan kuesioner lisan) sampai wawancara berpola atau bertuntun yang mecakup bidang-bidang yang ditentukan sebelumnya dan juga sampai wawancara yang tidak berarah serta mendalam dimana pewawancara semata-mata menggantungkan latarnya dan mendorong orang yang diwawancarainya untuk bicara sebebas mungkin.
      Penggunaan wawancara terstruktur untuk maksud klinis dan riset pada bidang diagnosis psikiatris, sekarang sudah lazi dilakukan. Instrument-instrumen ini terstandarisasi dan umumnya memberikan skor kualitatif disamping klasifikasi diagnostic; dengan demikian, instrument-instrumen ini harus dievaluasi dengan standard psikometris yang sama tentang reliabilitas  dan validitas yang berlaku untuk semua tes.
       Wawancara terutama menyediakan dua informasi. Pertama, wawancara memberikan kesepatan untuk mengarahkan observasi atas sampel perilaku terbatas yang  muncul selama situasi wawancara itu sendiri. Akan tetapi, fungsi wawancara yang kedua dan yang barangkali lebih penting adalah memunculkan data riwayat hidup. Apa yang telah dilakukan oleh individu di masa lampau adalah indicator yang baik tentang apa yang akan ia lakukan di masa depan, terutama ketika diintepretasi dari segi linkaran  yang berkaitan dan dari komentar individu sendiri sehubungan dengan tindaknnya. Wawancara seharusnya tidak memerhatikan apa yang terjadi pada individu melainkan juga persepsi tentang peristiwa-peristiwa ini dan evaluasi sekarang atas peristiwa-peristiwa itu.
   Pada pihak pewawancara, wawancara membutuhkan keterampilan dalam mengumpulkan dan mengintrepetasi data. Wawancara bisa melibatkan keputusan yang salah karena informasi yang penting tidak dimunculkan atau karena data yang diberikan tidak diinterpretasikan  dengan memadai atau tepat. Kualifikasi kritis seorang pewawancara yang berhasil adalah kepekaan dalam mengidentifikasi isyarat-isyarat pada perilaku orang yang diwawancarai  atau dalam fakta yang ia laporkan. Isyarat-isyarat semacam itu membimbing kearah penyelidikan ebih jauh atas fakta-fakta lain yang mungkin mendukung atau menyangkal hipotesis semula.

 1.  Teknik Wawancara kognitif

    Temuan tentang tidak dapat diandalkan saksi mata telah menyebabkan peneliti untuk mencoba untuk merancang metode untuk meningkatkan pengambilan . Salah satu metode ini adalah wawancara kognitif 
( Fisher dan Geiselman , 1992) . Teknik Wawancara kognitif merupakan teknik interogasi yang digunakan oleh polisi untuk meningkatkan pengambilan informasi dari memori saksi .

2. Wawancara kognitif melibatkan sejumlah teknik :

    Pewawancara mencoba untuk mengembalikan mental konteks lingkungan dan pribadi kejahatan untuk saksi , mungkin dengan meminta mereka tentang kegiatan umum dan perasaan mereka pada hari itu. Hal ini dapat mencakup pemandangan , suara , perasaan dan emosi , cuaca dll .Saksi diminta untuk melaporkan kejadian tersebut dari perspektif yang berbeda , menggambarkan apa yang mereka pikirkan saksi lain ( atau bahkan penjahat itu sendiri ) mungkin telah melihat .

3. Menceritakan kejadian dalam urutan narasi yang berbeda 

  Geiselman & Fisher mengusulkan bahwa karena efek kebaruan , orang cenderung untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang lebih baru lebih jelas daripada yang lain . Saksi harus didorong untuk bekerja mundur dari akhir ke awal .Saksi diminta untuk melaporkan setiap detail , bahkan jika mereka berpikir bahwa detail sepele . Dengan cara ini , detail yang tampaknya tidak penting mungkin bertindak sebagai pemicu untuk informasi penting tentang kejadian tersebut.
   Hal ini diyakini bahwa perubahan tatanan narasi dan perubahan perseptif recall bantuan teknik karena mereka mengurangi ' penggunaan saksi dari pengetahuan sebelumnya , harapan atau skema .Sebuah percobaan laboratorium psikologi yang dilakukan oleh Geiselman et al . ( 1985) membandingkan wawancara kognitif dengan wawancara standar kepolisian dan hipnosis .Geiselman et al . ( 1985)
   Wawancara kognitif mengarah ke memori yang lebih baik untuk acara-acara , dengan saksi mampu mengingat informasi yang lebih relevan dibandingkan dengan metode wawancara tradisional .

sumber: 
Anastasi Annne, Urbina Susanna. Tes Psikologi. 2007. Jakarta: PT: Indeks

http://www.simplypsychology.org/cognitive-interview.html

1 komentar:

  1. pada pertemuan minggu ini, kuliah psikodiagnostik kedatangan dosen tamu yaitu mas Dinnar seorang budayawan, pertemuan kali ini akan membahas tentang wayang serta tokoh dan karakteristiknya yang akan dikaitkan dengan teori kepribadian. selanjutnya seperti makalah kepribadian sebelumnya, maka akan dibuat makalah dengan tpik yang berbeda. wayang sendiri berasal dari india, lalu dibawa oleh pedagang serta masuk ke wilayah indonesia. di India sendiri setiap tokoh dan karakter yang terdapat dalam setiap wayang dipercayai bahwanya dulunya memang benar- benar nyata

    BalasHapus