Wawancara memenuhi berbagai tujuan dalam psikologi klinis, konseling,
psiklogi personalia, dan pendidikan. Pembahasan tentang metode, aplikasi, dan
efektifitas wawancara, serta penelitian atas proses wawancara, bisa ditemukan
dalam banyak sumber. Dalam hal bentuk, wawancara bisa berbeda dari yang
berbentuk amat terstruktur (mewakili
bentuk yang lebih dekat dengan kuesioner lisan) sampai wawancara berpola atau
bertuntun yang mecakup bidang-bidang yang ditentukan sebelumnya dan juga sampai
wawancara yang tidak berarah serta mendalam dimana pewawancara semata-mata
menggantungkan latarnya dan mendorong orang yang diwawancarainya untuk bicara
sebebas mungkin.
Penggunaan wawancara terstruktur untuk maksud klinis dan riset pada
bidang diagnosis psikiatris, sekarang sudah lazi dilakukan. Instrument-instrumen
ini terstandarisasi dan umumnya memberikan skor kualitatif disamping
klasifikasi diagnostic; dengan demikian, instrument-instrumen ini harus
dievaluasi dengan standard psikometris yang sama tentang reliabilitas dan validitas yang berlaku untuk semua tes.
Wawancara terutama menyediakan dua informasi. Pertama, wawancara
memberikan kesepatan untuk mengarahkan observasi atas sampel perilaku terbatas
yang muncul selama situasi wawancara itu
sendiri. Akan tetapi, fungsi wawancara yang kedua dan yang barangkali lebih
penting adalah memunculkan data riwayat hidup. Apa yang telah dilakukan oleh
individu di masa lampau adalah indicator yang baik tentang apa yang akan ia
lakukan di masa depan, terutama ketika diintepretasi dari segi linkaran yang berkaitan dan dari komentar individu
sendiri sehubungan dengan tindaknnya. Wawancara seharusnya tidak memerhatikan
apa yang terjadi pada individu melainkan juga persepsi tentang
peristiwa-peristiwa ini dan evaluasi sekarang atas peristiwa-peristiwa itu.
Pada pihak pewawancara, wawancara
membutuhkan keterampilan dalam mengumpulkan dan mengintrepetasi data. Wawancara
bisa melibatkan keputusan yang salah karena informasi yang penting tidak
dimunculkan atau karena data yang diberikan tidak diinterpretasikan dengan memadai atau tepat. Kualifikasi kritis
seorang pewawancara yang berhasil adalah kepekaan dalam mengidentifikasi
isyarat-isyarat pada perilaku orang yang diwawancarai atau dalam fakta yang ia laporkan. Isyarat-isyarat
semacam itu membimbing kearah penyelidikan ebih jauh atas fakta-fakta lain yang
mungkin mendukung atau menyangkal hipotesis semula.
1. Teknik Wawancara kognitif
Temuan tentang tidak dapat diandalkan
saksi mata telah menyebabkan peneliti untuk mencoba untuk merancang metode
untuk meningkatkan pengambilan . Salah satu metode ini adalah wawancara
kognitif
( Fisher dan Geiselman , 1992) . Teknik Wawancara kognitif merupakan
teknik interogasi yang digunakan oleh polisi untuk meningkatkan pengambilan
informasi dari memori saksi .
2. Wawancara kognitif melibatkan sejumlah teknik
:
Pewawancara mencoba untuk mengembalikan mental konteks lingkungan dan
pribadi kejahatan untuk saksi , mungkin dengan meminta mereka tentang kegiatan
umum dan perasaan mereka pada hari itu. Hal ini dapat mencakup pemandangan ,
suara , perasaan dan emosi , cuaca dll .Saksi diminta untuk melaporkan kejadian
tersebut dari perspektif yang berbeda , menggambarkan apa yang mereka pikirkan
saksi lain ( atau bahkan penjahat itu sendiri ) mungkin telah melihat .
3. Menceritakan kejadian dalam urutan
narasi yang berbeda
Geiselman & Fisher mengusulkan bahwa karena efek kebaruan , orang
cenderung untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang lebih baru lebih jelas
daripada yang lain . Saksi harus didorong untuk bekerja mundur dari akhir ke
awal .Saksi diminta untuk melaporkan setiap detail , bahkan jika mereka
berpikir bahwa detail sepele . Dengan cara ini , detail yang tampaknya tidak
penting mungkin bertindak sebagai pemicu untuk informasi penting tentang
kejadian tersebut.
Hal ini diyakini bahwa perubahan tatanan narasi dan perubahan perseptif
recall bantuan teknik karena mereka mengurangi ' penggunaan saksi dari
pengetahuan sebelumnya , harapan atau skema .Sebuah percobaan laboratorium
psikologi yang dilakukan oleh Geiselman et al . ( 1985) membandingkan wawancara
kognitif dengan wawancara standar kepolisian dan hipnosis .Geiselman et al . (
1985)
Wawancara kognitif mengarah ke
memori yang lebih baik untuk acara-acara , dengan saksi mampu mengingat
informasi yang lebih relevan dibandingkan dengan metode wawancara tradisional .
sumber:
Anastasi Annne, Urbina Susanna. Tes Psikologi. 2007. Jakarta:
PT: Indeks
http://www.simplypsychology.org/cognitive-interview.html
pada pertemuan minggu ini, kuliah psikodiagnostik kedatangan dosen tamu yaitu mas Dinnar seorang budayawan, pertemuan kali ini akan membahas tentang wayang serta tokoh dan karakteristiknya yang akan dikaitkan dengan teori kepribadian. selanjutnya seperti makalah kepribadian sebelumnya, maka akan dibuat makalah dengan tpik yang berbeda. wayang sendiri berasal dari india, lalu dibawa oleh pedagang serta masuk ke wilayah indonesia. di India sendiri setiap tokoh dan karakter yang terdapat dalam setiap wayang dipercayai bahwanya dulunya memang benar- benar nyata
BalasHapus