Jumat, 13 Juni 2014

KODE ETIK PSIKOLOGI






HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA ( HIMPSI)
KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

MUKADIMAH

Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, ilmuan psikologi dan psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuan Psikologi dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta jasa/ praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/ praktik tersebut atau pihak yang menjadi objek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.

Tuntutan kebebasan dalam menyelidiki dan mengkomunikasikan hasil kegiatan di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa dan praktik psikologi, maka hasil konsultasi dan publikasinya harus dapat dipahami oleh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dengan penuh tanggung jawab.Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional sesuai dengan bidangnya sangat terikat dan memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat serta masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pemikiran tersebut, selanjutnya dirumuskan menjadi KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA, sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan selaku  Psikolog dan Imuwan Psikologi di Indonesia.





BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

a)      ILMUAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional ( SK Mendikbud No.18/D/O/1993) untuk berpendidikan program akademik
 ( Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 ( S2) dan Strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan S1 diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuan psikologi yang tergolong criteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA
b)      PSIKOLOG dlah sarjana psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 ( S1) dengan kurikulum lama ( system paket murni) perguruan tinggi negeri ( PTN); atau system kredit semester ( SKS) PTN; atau kurikulum nasional  ( SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik ( Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama perguruan tinggi swsta (PTS) yang sudah mengikuti ujian Negara sarjana psikologi; atau pendiikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi ( Dikti) Departemen Pendiikan Nasional ( Depdiknas RI) . sarjana psikologi dengan criteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hokum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut criteria ini jug dikenl dan disebut sebagi PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi Sarjana Psikologi yang tergolong criteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c)      JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atu kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan ilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikn, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.
d)      PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilkukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan maslah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, DAN PSIKOTERAPI.
e)      PEMAKAI JAS PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi atau institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sbutan KLIEN.

Pasal 2
TaANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog mengutamakan kompetensi, obyektifitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian sert menyadari konsekuensi tindakannya.

Pasal 3
BATAS KEILMUAN

Ilmuan Pskologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas- batas ilmu psikologi dan keterbatasan keilmuannya.

Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nili moral yang berlaku dalam masyarakat.
b)      Ilmuan Psikologi dan Pskolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra ilmuan Psikologi dan Psikolog serta profesi Psikolog.

BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL

Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog wajib menghrgai, menghormati dan menjaga hak- hak serta nama bak rekan profesinya yaitu sejawat akademisi keilmuan Psikologi/psikolog.
b)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
d)      Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang diluar batas kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.

Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau praktikpsikologi oleh orang lain atau pihak lain yang tidak tidak memiliki  kompetensi dan kewenangan.

BAB III
PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI

Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/ KEWENANGAN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog hanya memberikan jasa/praktik psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan terapan keahlian ilmun psikologi dan psikolog.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib memberikan jasa/praktik psikologi wajib menghormati hak-hak lembaga / organisasi atau institusi tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendiikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya

Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/ praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, ilmuan psikologi dan psikolog berkewajiban untuk :
a)      Mengutamakan dasar-dasar professional.
b)      Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.
c)      Melindungi klien ata pemakai jasa dari akibat yang merugukan  sebgai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
d)      Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkat dalam pemberian pelayanan tersebut.
e)      Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena dampk negative yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukn oleh ilmuan psikologi dan psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Pasal 9
ASAS KESEDIAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/ praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik psikologi.

Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi  hanya boleh dilakukan oleh psikolog berdasarkan kompeteni dan kewenangan.

Pasal 11
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengn memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Pasal 12
KERAHASIAAN DATA DAN HASIL PEMERIKSAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh ilmuan psikologi dan psikologi dalam rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib memenuh hal-hal sebagai berikut:
a)      Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dengan tujuan pemberian jasa / praktik psikologi.
b)      Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak-pihak yang secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
c)      Dapat dikomunikasikan dengan bijaksna secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
d)      Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain  atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
e)      Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan.

Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS PADA PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang dimilikinya pada pembuatan laporan secara tertulis, psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

BAB IV
PERNYATAAN

Pasal 14
PERNYATAAN

a)      Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/ penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum melalui erbagai jalur media baik lisan maupun tertulis, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidk bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang diberika ilmuan psikologi dan psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secra benar.
b)      Dalam melakukan publikasi keahliannya, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, wajar, dan jujur dengan memerhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi

BAB V
KARYA CIPTA

Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN DAN PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak itelektual yang berlaku.
a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN SARANA PENGUKURAN PSIKOLOGIK

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga institusi/ organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, kepemilikan,penggunaan , penguasaan, sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur sendiri.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran  agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap kode etik psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam anggara dasar, anggaran rumah tangga himpunan psikologi Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik psikologi di Indonesia.


Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
a)      Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi di Indonesia oleh ilmuan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan member kesempatan membela diri
b)      Apabila terdapat masalah etka dalam pembrian jasa/praktik psikologiyang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia, aka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk  membahas dan merumuskannya , kemudian disahkan dalam kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan dimana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b)      Apabila ilmuan psikologi atau  psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.

BAB VII
PENUTUP

Kode etik psikologi di Indonesia ini disertai lampiran , yaitu pedomanpelaksanaan dank ode etik psikologi Indonesia. Lampiran tersebut tidak terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi kode etik psikologi Indonesia.


Ditetapkan  di     : Bandung
Pada tanggal      : 22 oktober 2000
Kongres VIII Himpunan Psikologi Indonesia

sumber : Kode etik Psikologi september 2008


























           


Minggu, 08 Juni 2014

INTERPRETASI TES PSIKOLOGI


    Sebuah tes psikologis adalah alat yang dirancang untuk mengukur konstruksi teramati, juga dikenal sebagai variabel tersembunyi. Sebuah tes psikologis yang berguna harus valid ( yaitu, ada bukti yang mendukung penafsiran tertentu dari hasil tes dan dapat diandalkan (yaitu, secara internal konsisten atau memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu, melintasi penilai, dll).
   Penilaian psikologis mirip dengan tes psikologis tetapi biasanya melibatkan penilaian yang lebih komprehensif dari individu. Penilaian psikologis adalah proses yang melibatkan memeriksa integrasi informasi dari berbagai sumber, seperti tes kepribadian normal dan abnormal, tes kemampuan atau kecerdasan, tes minat atau sikap, serta informasi dari wawancara pribadi. Informasi  juga dikumpulkan tentang pribadi, pekerjaan, atau sejarah medis, seperti dari catatan atau dari wawancara dengan orang tua, pasangan, guru, atau terapis sebelumnya atau dokter.
      Sebuah tes psikologis adalah salah satu sumber data yang digunakan dalam proses penilaian; biasanya lebih dari satu tes yang digunakan. Banyak psikolog melakukan beberapa tingkat penilaian dalam memberikan layanan kepada klien atau pasien, dan dapat menggunakan misalnya, daftar periksa sederhana untuk osis untuk pengaturan pengobatan; untuk menilai suatu daerah tertentu dari fungsi atau cacat sering untuk pengaturan sekolah; untuk membantu memilih jenis pengobatan atau untuk menilai hasil pengobatan; untuk membantu pengadilan memutuskan isu-isu seperti hak asuh anak atau kompetensi untuk diadili; atau untuk membantu menilai pelamar pekerjaan atau karyawan dan memberikan konseling pengembangan karir atau pelatihan.

 PRINSIP TES PSIKOLOGI

1.  Standardisasi - Semua prosedur dan langkah-langkah harus dilakukan dengan konsistensi dan di bawah lingkungan yang sama untuk mencapai kinerja pengujian yang sama dari orang-orang yang diuji.
2. Objektivitas - Scoring bebas dari penilaian subjektif atau bias didasarkan pada kenyataan bahwa hasil yang sama diperoleh pada tes dari semua orang.
3. Uji Norma - Rata-rata tes dalam sekelompok besar orang di mana kinerja satu individu dapat dibandingkan dengan hasil orang lain dengan mendirikan titik perbandingan atau kerangka acuan.
4.  Keandalan - Mendapatkan hasil yang sama setelah beberapa pengujian.
5. Validitas -. Jenis tes yang diberikan harus mengukur apa yang dimaksudkan untuk mengukur
Tafsiran Skor.

      Norma adalah representasi statistik dari populasi. Sebuah interpretasi skor  membandingkan hasil individu pada tes dengan representasi statistik dari populasi. Dalam prakteknya, bukan pengujian populasi, sampel yang representatif atau kelompok diuji. Ini memberikan norma kelompok atau seperangkat norma. Norma skor direferensikan biasanya dilaporkan pada skor standar (z) skala atau rescaling itu. Sebuah interpretasi kriteria-direferensikan dari skor tes membandingkan kinerja individu untuk beberapa kriteria selain kinerja individu lainnya.

JENIS SERTA KATEGORI TES PSIKOLOGI

Tes IQ / prestasi 

   Tes IQ dimaksudkan untuk menjadi ukuran kecerdasan, sedangkan tes prestasi adalah ukuran dari penggunaan dan tingkat perkembangan penggunaan kemampuan. IQ (atau kognitif) tes dan tes prestasi tes mengacu-norma umum. Dalam jenis tes, serangkaian tugas disajikan kepada orang sedang dievaluasi, dan tanggapan seseorang yang dinilai sesuai dengan pedoman hati-hati ditentukan. Setelah tes selesai, hasilnya dapat dikompilasi dan dibandingkan dengan tanggapan dari kelompok norma, biasanya terdiri dari orang-orang pada usia yang sama atau tingkat kelas sebagai orang yang sedang dievaluasi. Tes IQ yang berisi serangkaian tugas biasanya membagi tugas ke dalam verbal (bergantung pada penggunaan bahasa) dan kinerja, atau non-verbal (mengandalkan jenis mata-tangan tugas, atau penggunaan simbol-simbol atau benda).).
     Tes IQ (misalnya, WAIS-IV, WISC-IV, Cattell Culture Adil III, Woodcock-Johnson Tes Kemampuan Kognitif-III, Stanford-Binet Intelligence Scales V) dan tes prestasi akademik (misalnya wiat, WRAT, Woodcock-Johnson Tes Prestasi-III) dirancang untuk diberikan kepada salah seorang individu (oleh evaluator terlatih) atau sekelompok orang (kertas dan pensil tes). Tes diberikan secara individu cenderung lebih komprehensif, lebih dapat diandalkan, lebih valid dan umumnya memiliki karakteristik psikometri yang lebih baik daripada tes kelompok-diberikan. Namun, tes yang dilakukan secara individual lebih mahal untuk mengelola karena kebutuhan untuk administrator terlatih (psikolog, psikolog sekolah, atau psychometrician).

Tes Sikap

   Tes Sikap menilai perasaan seseorang tentang suatu peristiwa, orang, atau benda. Skala sikap yang digunakan dalam pemasaran untuk menentukan preferensi individu (dan kelompok) untuk merek, atau item. Biasanya tes sikap menggunakan baik skala Thurstone, atau Likert Scale untuk mengukur item tertentu.

Tes neuropsikologi

    Tes ini terdiri dari tugas-tugas khusus dirancang digunakan untuk mengukur fungsi psikologis diketahui terkait dengan struktur otak tertentu atau jalur. Tes neuropsikologi dapat digunakan dalam konteks klinis untuk menilai kerusakan setelah cedera atau sakit yang diketahui mempengaruhi fungsi neurokognitif. Ketika digunakan dalam penelitian, tes ini dapat digunakan untuk membedakan kemampuan neuropsikologis seluruh kelompok eksperimental.

Tes kepribadian

    Langkah-langkah psikologis kepribadian sering digambarkan sebagai baik tes objektif maupun tes proyektif. Istilah "tes objektif" dan "test proyektif" baru-baru ini telah datang di bawah kritik dalam Journal of Personality Assessment. Semakin deskriptif "skala penilaian atau laporan diri tindakan" dan "tindakan respon bebas" yang disarankan, daripada istilah "obyektif tes" dan "tes proyektif," masing-masing.

Tes proyektif

    Tes proyektif memungkinkan untuk jenis yang lebih bebas respon. Contoh ini akan menjadi tes Rorschach, di mana seseorang menyatakan apa yang masing-masing dari sepuluh bercak tinta mungkin.

Tes observasi langsung

   Meskipun sebagian besar tes psikologi adalah "skala rating" atau tindakan "respon bebas", penilaian psikologis mungkin juga melibatkan pengamatan orang ketika mereka kegiatan lengkap. Jenis penilaian biasanya dilakukan dengan keluarga di laboratorium, rumah atau dengan anak-anak di ruang kelas. Tujuannya mungkin klinis, seperti untuk membangun dasar pra-intervensi perilaku kelas hiperaktif atau agresif anak atau untuk mengamati sifat interaksi orangtua-anak untuk memahami gangguan relasional. Prosedur observasi langsung juga digunakan dalam penelitian, misalnya untuk mempelajari hubungan antara variabel intrapsikis dan perilaku target tertentu, atau untuk mengeksplorasi urutan interaksi perilaku.

Tes bakat

    Tes psikologis untuk mengukur kemampuan khusus, seperti keterampilan mekanik atau administrasi. Kadang-kadang tes ini harus dirancang khusus untuk pekerjaan tertentu, tetapi ada juga tes yang tersedia yang ukuran umum bakat administrasi dan mekanik. Sebuah contoh dari tes bakat adalah Minnesota Clerical Test, yang mengukur kecepatan persepsi dan akurasi yang diperlukan untuk melakukan berbagai tugas-tugas administrasi. Lain tes bakat banyak digunakan meliputi Tes Differential Aptitude (DAT), yang menilai penalaran verbal, kemampuan numerik, Penalaran abstrak, kecepatan dan akurasi ulama, penalaran mekanik, hubungan ruang, ejaan dan penggunaan bahasa. Tes lain banyak digunakan bakat adalah Uji Wonderlic. Bakat ini diyakini berhubungan dengan pekerjaan tertentu dan digunakan untuk bimbingan karir serta seleksi dan rekrutmen.


Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Psychological_testing

Minggu, 01 Juni 2014

TEKNIK WAWANCARA


    Wawancara memenuhi berbagai tujuan dalam psikologi klinis, konseling, psiklogi personalia, dan pendidikan. Pembahasan tentang metode, aplikasi, dan efektifitas wawancara, serta penelitian atas proses wawancara, bisa ditemukan dalam banyak sumber. Dalam hal bentuk, wawancara bisa berbeda dari yang berbentuk amat  terstruktur (mewakili bentuk yang lebih dekat dengan kuesioner lisan) sampai wawancara berpola atau bertuntun yang mecakup bidang-bidang yang ditentukan sebelumnya dan juga sampai wawancara yang tidak berarah serta mendalam dimana pewawancara semata-mata menggantungkan latarnya dan mendorong orang yang diwawancarainya untuk bicara sebebas mungkin.
      Penggunaan wawancara terstruktur untuk maksud klinis dan riset pada bidang diagnosis psikiatris, sekarang sudah lazi dilakukan. Instrument-instrumen ini terstandarisasi dan umumnya memberikan skor kualitatif disamping klasifikasi diagnostic; dengan demikian, instrument-instrumen ini harus dievaluasi dengan standard psikometris yang sama tentang reliabilitas  dan validitas yang berlaku untuk semua tes.
       Wawancara terutama menyediakan dua informasi. Pertama, wawancara memberikan kesepatan untuk mengarahkan observasi atas sampel perilaku terbatas yang  muncul selama situasi wawancara itu sendiri. Akan tetapi, fungsi wawancara yang kedua dan yang barangkali lebih penting adalah memunculkan data riwayat hidup. Apa yang telah dilakukan oleh individu di masa lampau adalah indicator yang baik tentang apa yang akan ia lakukan di masa depan, terutama ketika diintepretasi dari segi linkaran  yang berkaitan dan dari komentar individu sendiri sehubungan dengan tindaknnya. Wawancara seharusnya tidak memerhatikan apa yang terjadi pada individu melainkan juga persepsi tentang peristiwa-peristiwa ini dan evaluasi sekarang atas peristiwa-peristiwa itu.
   Pada pihak pewawancara, wawancara membutuhkan keterampilan dalam mengumpulkan dan mengintrepetasi data. Wawancara bisa melibatkan keputusan yang salah karena informasi yang penting tidak dimunculkan atau karena data yang diberikan tidak diinterpretasikan  dengan memadai atau tepat. Kualifikasi kritis seorang pewawancara yang berhasil adalah kepekaan dalam mengidentifikasi isyarat-isyarat pada perilaku orang yang diwawancarai  atau dalam fakta yang ia laporkan. Isyarat-isyarat semacam itu membimbing kearah penyelidikan ebih jauh atas fakta-fakta lain yang mungkin mendukung atau menyangkal hipotesis semula.

 1.  Teknik Wawancara kognitif

    Temuan tentang tidak dapat diandalkan saksi mata telah menyebabkan peneliti untuk mencoba untuk merancang metode untuk meningkatkan pengambilan . Salah satu metode ini adalah wawancara kognitif 
( Fisher dan Geiselman , 1992) . Teknik Wawancara kognitif merupakan teknik interogasi yang digunakan oleh polisi untuk meningkatkan pengambilan informasi dari memori saksi .

2. Wawancara kognitif melibatkan sejumlah teknik :

    Pewawancara mencoba untuk mengembalikan mental konteks lingkungan dan pribadi kejahatan untuk saksi , mungkin dengan meminta mereka tentang kegiatan umum dan perasaan mereka pada hari itu. Hal ini dapat mencakup pemandangan , suara , perasaan dan emosi , cuaca dll .Saksi diminta untuk melaporkan kejadian tersebut dari perspektif yang berbeda , menggambarkan apa yang mereka pikirkan saksi lain ( atau bahkan penjahat itu sendiri ) mungkin telah melihat .

3. Menceritakan kejadian dalam urutan narasi yang berbeda 

  Geiselman & Fisher mengusulkan bahwa karena efek kebaruan , orang cenderung untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang lebih baru lebih jelas daripada yang lain . Saksi harus didorong untuk bekerja mundur dari akhir ke awal .Saksi diminta untuk melaporkan setiap detail , bahkan jika mereka berpikir bahwa detail sepele . Dengan cara ini , detail yang tampaknya tidak penting mungkin bertindak sebagai pemicu untuk informasi penting tentang kejadian tersebut.
   Hal ini diyakini bahwa perubahan tatanan narasi dan perubahan perseptif recall bantuan teknik karena mereka mengurangi ' penggunaan saksi dari pengetahuan sebelumnya , harapan atau skema .Sebuah percobaan laboratorium psikologi yang dilakukan oleh Geiselman et al . ( 1985) membandingkan wawancara kognitif dengan wawancara standar kepolisian dan hipnosis .Geiselman et al . ( 1985)
   Wawancara kognitif mengarah ke memori yang lebih baik untuk acara-acara , dengan saksi mampu mengingat informasi yang lebih relevan dibandingkan dengan metode wawancara tradisional .

sumber: 
Anastasi Annne, Urbina Susanna. Tes Psikologi. 2007. Jakarta: PT: Indeks

http://www.simplypsychology.org/cognitive-interview.html